Minggu, 23 Januari 2011

Tak Ada Kata Terlambat

     Suatu hari ketika mengajar bahasa Indonesia saat itu materinya tentang " Membaca Cerita " kebetulan penghuni kelasnya mujahid semua,...saya bertanya " siapa yang suka membaca buku cerita ? "..dgn serempak mereka menjawab........" tidaaaaaaaaaaaaaak suka " pertanyaan diulangi lagi  " siapa yg di rumah punya buku ceria / kartun / komik ? "....dengan lagu yg sama mereka menjawab " tidak punya " ketika  di tanya mengapa mereka tidak suka  dengan berbagai dalih dan alasan mereka ungkapkan yang intinya sich.....mereka malas untuk membaca....akhirnya................ketika keluar pertanyaan " Apa yg kamu senangi/sukai?" hm......hm....hm.....luar biasa .mereka semua menjawab dengan suara yang lantang...mau tahu jawabannya!!  " GAAMEEEEEEEEEEEEEEEEESSSS"!!!! , dan dengan semangat satu-persatu jenis games disebutkan  saat itu perasaan saya bercampur aduk  sedih,...miris. prihatin.....ingin menangis rasanya.....karena tadinya berharap bukan itu jawabanya.( ya Allah mudahkanlah hamba dalam memberikan bimbingan dan motivasi kpd mereka ).....sambil tersenyum kupandangi mereka.....adakah yg salah......??? mengapa dan ada apa dengan semua ini...??? mengapa mereka lebih tertarik kepada permainan ?? mengapa mereka bisa berlama-lama untuk main games dan kadang2 sampai waktu sholat terlewat?? mengapa mereka rela menabung ( kadang2 uang jajannya) hanya untuk ke warnet dan asyik dgn gamesnya??............ach...biarlah ....tanya itu waktu  yg akan  menjawabnya.
     Pada  saat itu...terlintas dalam ingatan tentang kisah seorang penulis/pengarang dengan komunitasnya yg dikenal dengan " RUMAH DUNIA" yg berhasil membangun kesadaran, menebarkan harapan2, mewujukan mimpi2 lewat membaca dan menulis kpd anak2 kampung di lingkungan sekitar rumahnya......sehingga dari anak-anak kampung itu terlahir karya-karya yg luar biasa...........akhirnya kisah ini ku ceritakan kepada mereka............Subhanallah .....mereka semua menyimak dan mendengarkan ceritaku dengan antusias....tak terasa bel,,,,berbunyi tanda usai pelajaran  cerita pun diakhiri .....tapi mereka semua berkata "...lanjutin  dong ceritanya...bu....." saya katakan " nanti lagi.....ya khan masih ada waktu " mereka bersuara "..yach bu kalo nanti nggak seru "!!
Duch....senengnya.....Ya Allah ternyata mereka adalah anak2 yg luar biasa....buktinya mereka masih mau mendengarkan  dengan antusias cerita saya.....mudah-mudahan ini awal yg baik...untuk bisa membangkitkan  semangat dan motivasi mereka agar mencintai budaya membaca...tak ada kata terlambat,...untuk memulai sesuatu yg baik.( PR-nya nambah lagi.dech.....harus punya stok cerita yg banyaak)

Thanks to : Gola Gong atas inspirasinya

Villa Makmur 2, Ahad 23 Januari 2011

Minggu, 16 Januari 2011

Pertemuan 26-10-1996

Sejak awal pertemuan  ku coba tuk pahami atas Takdir-Nya dan ternyata  sangat kusyukuri, mengapa harus bertemu dan hidup bersamamu..........

EMPAT KEKUATAN MENANAM NILAI

Ada empat kekuatan yang disarankan untuk dimiliki para orang tua. Kekuatan yang membuat proses penanaman nilai-nilai berjalan secara efektif. Kekuatan untuk mengatasi rasa kecewa dan putus asa ketika apa yang diharapkan pada anak belum tercapai. Kekuatan untuk tidak berhenti berusaha dalam mendidik anak bagaimanapun keadaannya. Kekuatan untuk selalu memiliki harapan akan kebaikan anak.

Kekuatan-kekuatan itu bukan hanya harus kita miliki tapi juga harus digali seiring dengan bertambahnya umur anak kita. Empat kekuatan itu adalah :

Kekuatan Keteladanan

Tidak ada  efektifitas melebihi keteladanan dari orang tua pada anak dalam proses menanamkan nilai-nilai, terutama nilai religius. Keteladanan akan menjadikan segala yang diajarkan pada anak menjadi bermakna, demikian pula sebaliknya, segala yang diajarkan menjadi tidak bermakna bagi anak ketika tidak ada keteladanan dari orang tua.

Bahkan sesuatu yang sudah tertanam pada diri anak bisa menjadi hancur berantakan ketika anak melihat contoh yang berlawanan dari orang tua mereka.  Ada dua prinsip dalam masalah ketedanan yang harus diingat, pertama : kita hanya bisa memberi sesuatu yang kita miliki,  kedua : mengubah perilaku harus dengan perilaku, mengubah hati harus dengan hati. Jika kita ingin nilai-nilai agama dan kebaikan menjadi perilaku anak kita, maka nilai-nilai itu harus kita miliki dan sudah menjadi bagian dari hidup kita sehari-hari.

Kekuatan Ilmu

Semakin dalam ilmu seseorang tentang mendidik anak, membuat paradigmanya terhadap anak semakin benar. Paradigma yang benar tentang anak akan membuat seseorang bersikap dan berperilaku benar terhadap anak.

Betapa banyak anak dirugikan karena kesalahan paradigma orang tua mereka. Oleh karena itu para orang tua harus terus belajar dan belajar tentang siapa sesungguhnya anak itu.  ”makhluk”  apakah mereka, bagaimana karakternya, apa kecenderungannya, apa potensinya, dan sebagainya.  

Orang tua yang memiliki keluasan ilmu tentang mendidik akan lebih bijak, tidak mudah marah, dan kecewa dalam menghadapi anak mereka. Disamping itu, mereka juga akan lebih efektif dalam proses menanam nilai-nilai karena memahami tahapan-tahapannya, dan lebih kaya dengan alternatif solusi jika sebuah penanaman nilai belum berhasil.

Kekuatan ilmu itu bisa digali melalui membaca, sharing dengan orang tua lain, mengikuti seminar atau pelatihan tentang parenting. Jadilah orang tua yang memahami, bukan yang minta dipahami oleh anak. Hal tersebut hanya bisa dicapai dengan kekuatan ilmu.

Kekuatan Sabar

Apakah anda langsung menjadi orang baik seperti sekarang ini ketika dilahirkan ?  Tentu tidak, untuk menjadi baik kita membutuhkan proses panjang. Demikian pula anak kita, mereka juga membutuhkan proses yang panjang dan lama untuk menjadi baik. 

Oleh sebab itu, dibutuhkan kekuatan sabar, sabar menunggu hasil. Sabar untuk terus melakukan hal-hal baik pada anak dan tidak melakukan hal-hal buruk pada anak. Sabar untuk selalu memberi reward pada hal-hal baik yang dilakukan anak dan terus berusaha mengubah hal-hal buruk pada anak.

Al Qur’an mengajarkan pada kita agar menjadikan sabar sebagai kekuatan penolong kita , wasta’inu bis shobri was sholah. Allah sangat mencintai orang-orang yang sabar, innallaha ma’as shobirin. Kekuatan sabar inilah yang akan membuat kita tidak pernah berhenti untuk berusaha, walau harus berulang kali gagal. 

Kekuatan Do’a

Ketika semua ikhtiar dalam mendidik dan menanam sudah dilakukan dan hasilnya masih belum sesuai harapan maka doa adalah kekuatan terakhir dan senjata pamungkasnya.

Kekuatan yang akan terus memberi harapan baik dan positif bahwa pada akhirnya kelak anak kita akan menjadi baik. Kekuatan yang mampu menembus batas, batas yang tidak bisa dijangkau oleh kekuatan-kekuatan yang lain.

Doa juga bisa menjadikan segala usaha menanam nilai-nilai agama dan kebaikan pada anak menjadi lebih sederhana. Kesederhanaan itu dikarenakan ada campur tangan Allah sehingga proses menanam menjadi sangat efektif dan efisien. 

Sudahkah kita memanfaatkan saat-saat mustajabah  untuk mendoakan anak-anak kita? Saat-saat mustajabah (dikabulkannya doa) itu antara lain : saat berbuka puasa, saat wukuf di padang arafah, saat setelah salam dalam shalat, dan saat tengah malam ketika bertahajud.

Jika dijumpai hasil menanam nilai-nilai pada anak tersebut di atas belum sesuai harapan  atau gagal maka hal yang pertama harus dipertanyakan adalah sudah cukupkah doa kita untuk mereka pada saat-saat yang mustajabah itu.